Novel Sejarah “Tiga Penjaga Benteng” Angkat Tokoh Lokal

Fijar Banten
By -

Novel Sejarah “Tiga Penjaga Benteng” Angkat Tokoh Lokal



Tangerang, Fijarbanten.com
Penulis dan pegiat literasi sejarah asal Tangerang, Hadi Hartono, resmi meluncurkan novel terbarunya berjudul “Tiga Penjaga Benteng”, sebuah karya fiksi sejarah yang mengangkat kiprah tiga tokoh penting dalam pembentukan masyarakat awal Tangerang dan perlawanan terhadap penjajahan VOC.

Novel setebal ±50.000 kata ini mengangkat tokoh Arya Wangsakara, Arya Jaya Santika, dan Arya Maulana Yudhanegara, tiga pemimpin spiritual dan organisatoris yang diutus langsung oleh Sultan Ageng Tirtayasa dari Kesultanan Banten untuk menjaga wilayah perbatasan timur dari infiltrasi kolonial Belanda.


Menghidupkan Kembali Sejarah Lokal

Dalam keterangannya, Hadi menjelaskan bahwa novel ini lahir dari keresahan akan minimnya perhatian terhadap sejarah lokal, terutama dari perspektif masyarakat adat, spiritualitas, dan akar kebudayaan.

“Sejarah Tangerang tidak bisa dilepaskan dari peran tiga tokoh ini. Mereka membangun komunitas, pesantren, sistem pertanian, dan menjadi garda terdepan dalam menghadapi sistem kolonial. Tapi nama mereka kerap dilupakan,” ujar Hadi.

Novel ini berbasis riset mendalam dari arsip kolonial, babad lokal, hingga wawancara dengan juru kunci makam dan tokoh adat Banten. Hadi menyebutkan, fiksionalisasi dilakukan untuk menghidupkan ulang narasi lama agar lebih dekat dengan generasi muda.


Jejak Tiga Arya di Hulu Cisadane

Buku ini mengisahkan perjalanan tiga Arya membuka wilayah yang sekarang dikenal sebagai Lengkong, Balaraja, Jayanti, Cikupa, Legok, dan Kronjo. Mereka membangun perkampungan, sistem musyawarah, pesantren, dan pertahanan spiritual di tengah hutan belantara.

Konflik dengan VOC muncul ketika sistem partikelir dan pacht mulai menyusup ke wilayah Cisadane. Ketiga Arya pun menghadapi tekanan dari luar dan dalam—hingga akhirnya terjadi pertempuran di Cikokol dan Batu Ceper. Dalam peristiwa ini, dua Arya gugur, dan satu tetap bertahan secara spiritual.


Membumikan Sejarah Banten

Dihadirkan dalam gaya bertutur yang naratif dan reflektif, Tiga Penjaga Benteng tak hanya menyajikan fakta sejarah, tapi juga nilai-nilai spiritualitas, pendidikan, dan kepemimpinan lokal. Novel ini menjadi bagian dari upaya menghidupkan kembali semangat perlawanan akar rumput dan budaya pesantren yang menjadi ciri khas masyarakat Banten abad ke-17.

“Saya berharap buku ini bisa masuk ke ruang-ruang pendidikan, pesantren, dan komunitas literasi agar sejarah Banten tidak berhenti hanya sebagai nama jalan atau makam tua,” imbuh Hadi.


Tersedia untuk Umum

Novel “Tiga Penjaga Benteng” saat ini dapat dibeli secara daring melalui laman resmi:

Link Pembelian:
https://j-maestro.my.id/product/tiga-penjaga-benteng-hadi-hartono







Hashtag

#TigaPenjagaBenteng
#SejarahBanten #AryaWangsakara #LiterasiLokal #ZiarahBudaya #FiksiSejarah #BentengTangerang #BantenMelekSejarah #FijarBanten

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn more
Ok, Go it!